Rabu, 10 September 2014

Pesan minggu ini untuk anak-anak Matahariku: Kerja keras

Nak...

Hari belum lagi di mulai
Masih banyak yang terlelap. Menikmati setiap klik yang mungkin, menikmati setiap dengkurannya, menikmati setiap tarikan selimut yang menghangati...

Disudut dunia lain, hari ternyata sudah dimulai jauh sebelum itu. Bagi sebagian dari mereka.. hari dimulai justru kemarin, bahkan mungkin kemarin dulu.


Bagi mereka, ini bukan persoalan gaya hidup, prinsip atau apapun lah segala pandangan hidup.. yang sering kita pandang dengan berbusa-busa itu. Rasanya nak.. tak paham ayah.. bagaimana tangan yang melepuh, tulang punggung yang meremuk... dan... dingin yang menyiksa.. dalam baju yang basah berjam-jam, berhari - berminggu - berbulan ... - bertahun?


Kemarin dulu, ayah sering mengeluh nak... tentang betapa santai hidup ayah... bekerja sebagai PNS dengan jam kerja tak lebih dari 8 jam... membosankan... lalu kemarin kemudian... pekerjaan mulai bertumpuk, pesanan tulisan mulai tak tertangani, riset rasanya juga banyak yang menjadi hambar tak berkualitas. Jam kerja ayah mulai membaik... hampir 20 Jam sehari. Mulai berangkat bekerja jam 4 subuh.. dan pulang jam 11.30 malam, itu kalau tak ditambah sisa kerjaan di siang yang tak sempat selesai.






 Lalu mulailah ayah mengeluh lagi, tentang betapa lelah hari yang hampir tanpa istirahat. Padahal bukankah ini hasil dari do'a yang ayah panjatkan dulu itu? Ingin sibuk? Nak... dibandingkan apa yang mereka kerjakan.. tak secuilpun kerja ayah layak disebut kerja keras. Setelah berjam-jam berjuang itu.. inilah hasil mereka.. tumpukan sampah? Tapi mereka masih bisa tersenyum, bercanda, menikmati hari... yang ayah sudah tak lagi punya... Nak, rasanya bukan laki-laki memang.. air mata tak mampu ayah bendung melihat mereka. Nak, disela-sela kesedihan, terenyuh melihat kerja keras mereka dan ... hasilnya..... terselip rasa malu: tentang betapa tak tahu terima kasihnya kita pada Tuhan, yang begitu rajin mengabulkan hampir setiap doa malam kita. Tentang betapa tak tahu malunya kita, yang begitu rajin pula mengeluhkan betapa pemberian Tuhan yang tak juga sesuai dengan apa yang kita inginkan, yang kita butuhkan.

Anakku, terkasih.. cinta ayah
Ayah akui.. tak pandai ayah bertutur pada kalian. Membuat kalian paham pada sesuatu yang ayah sedang ingin kalian memahaminya, ternyata beribu kali lipat sulitnya dari membuat ayah sebelumnya mampu memahaminya. Dengan menulis begitu banyak catatan, ayah berharap.. jika kalian tak paham hari ini.. mungkin nanti.. ketika kalian punya waktu yang lebih luang untuk memahaminya, kalian bisa membacanya lagi. Mungkin berulang kali? Mungkin bahkan ketika ayah sudah tak ada kelak. Tak banyak yang mampu ayah wariskan pada kalian nak... maafkan ayah... karena menjadi ayah yang tak layak...


Pesan ayah nak,...
Bangkit lah.. berhenti berkeluh kesah.. mengeluh ternyata jauh lebih menguras energi kita dari pada: ketika kita kemudian mulai memutuskan dan bergerak untuk bangkit, berubah, menggenapkan diri menjadi manusia yang jauh lebih layak. Mumpung hari,... mungkin masih pagi,...


Dengan Cinta,
Untuk anak-anak Matahariku

Ayah.Dr+

Tidak ada komentar:

Posting Komentar