Rabu, 10 September 2014

Catatan seorang muslim kelas teri: Islam yang hiruk pikuk

Dulu, duluuuu sekali. Kita kebanyakan menganggap diktator Sadam Husen patut dijatuhkan. Saya ingat waktu itu masih SMP, kepala sekolah masuk ke kelas karena guru yang berkewajiban masuk berhalangan. Masih terngiang waktu itu pertanyaan beliau bapak Iik Koswara Suwandana Putra BA: siapa yang mendukung Sadam Husein? (saya ingat yang unjuk jari hanya saya dan Lina Marlina) terus pertanyaan berikutnya siapa yang mendukung Amerika? hampir semua orang unjuk jari. Waktu itu, smp, terkenang sang kepala kemudian bertanya kenapa Darmawan mendukung Sadam? bukankah Sadam seorang diktator? (ini pertanyaan ditujukan pada kami yang masih kelas 2 SMP waktu itu) saya ingat betul jawaban saya: Pada awal perang Iran-Irak, perang sebenarnya persoalan siapa yang didukung Uni-soviet dan yang di dukung USA. Semua melulu persoalan Komunis lawan Kapitalis. Jadi bukan persoalan siapa yang diktator. Bagi saya penyerbuan Irak atas Quwait bukan persoalan itu, dalam beberapa sisi.. saya percaya bahwa Quwait memang bekas provinsi Irak yang dilepaskan Inggris. Jadi wajar saja jika Irak ingin mempersatukan negaranya kembali. Kepala sekolah saya itu kemudian meneruskan pertanyaan, bagaimana jika Irak sampai menyerbu Arab Saudi? tak sopannya saya waktu itu, menjawab, bukankah dasar argumen pertamanya soal diktator? bukankah Irak sebuah republik dan Arab Saudi kerajaan? Pertanyaan itu menjadi tak relevan??? Kalau persoalan Ka'bah berada dibawah kekuasaan Arab Saudi itu persoalan yang lain kan?
Kemarin - kemarin saya ingat beberapa ulama "kita" menyesalkan Sadam jatuh di Irak. Hal ini membuat pemerintahan Sadam yang sunni jatuh ketangan pemerintahan baru yang syiah. Wah??? kemarin - kemarin juga saya terkenang kita ribut-ribut persoalan Syria yang syiah. Ingat betul saya dengan beberapa postingan teman-teman dan komentarnya mengenai hal ini. Hampir semua senada menyerukan Jihad, melawan rejim  Assad. Kemarin - kemarin kita sibuk memaki-maki Iran dengan syiah nya.
Hari hari ini kita sibuk memaki-maki ISIS. Organisasi bersenjata terstruktur yang melaksanakan sumpah serapah kita menyerebu Assad-Syria dan rejim demokrasi syiah-Irak/Iran. Saya terus terang kembali mengukur diri sebagi Islam kelas teri ( https://www.facebook.com/notes/10151833782370871/  ). Terbingung-bingung memposisikan diri. Hendak memaki siapa lagi kini? atau maki sana maki sini saja? biar mirip orang gila?
Kita tampaknya  tak juga belajar menjadi paham. Bahwa kita terlalu larut dalam hiruk pikuk. Yang sayangnya, lagi-lagi.. kitakah keladai itu???
وعَنْ أبي هُريْرةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : لَا يُلْدَغُ المُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ مَرَّتَيْنِ

Jika Muhammad rasulullah mengatakan hal itu benar adanya (al-Bukhari, hadis no. 5668; Muslim, hadis no. 5317) jangan jangan kita bahkan bukan seorang muslim? Kita lagi-lagi lupa pada sejarah, andai saja kita membaca dengan baik De Acehers karya Dr. Christiaan Snouck Hurgronje. Yang berisi catatan lengkap mengenai siasat apa yang paling tepat menghancurkan Atceh yang muslim taat itu? Kita lagi-lagi lupa pada sejarah,  bahwa satu-satunya cara menghancurkan Islam adalah dengan memanfaatkan persoalan khilafiyah benturkan-benturkan! karena kita picik!
Lucunya lagi, kita seringkali lupa terhadap sumpah serapah kita sendiri. Hari ini apa, hari esok apa. Persis seperti apa yang diharapkan orang, lemahnya Islam. Terkadang ketidak konsistenan kita sering kali juga melulu persoalan takut, karena lepas dari budaya pop. Tidak trendi, karena tak sepaham dengan tren orang banyak. Apapun itu! Kita mungkin harus mulai belajar menulis, menuliskan apa yang kita ucapkan hari ini. Agar kita ingat betul kenapa kita bersikap, dan jika sikap itu berubah: kita tahu persis mengapa?
Hmm. mungkin kitalah Islam yang hiruk pikuk itu. Yang saya takutkan adalah catatan lama saya menjadi kenyataan:
"Kita mungkin sepatutnya pula menjadi harus makin berhati-hati untuk tidak menjadi kepentingan politik dan ekonomi siapapun yang akan melemahkan persaudaraan kita sesama muslim. Mungkin saya harus jujur untuk mengatakan untuk mencap diri Suni rasanya saya tak begitu paham apa indikator kelayakan yang akan dikenakan kepada saya, pun  apalagi begitu jika saya mengaku Syiah. Saya hanyalah seorang muslim yang takut, betapa kemudian melihat saudaranya diambang perang besar, saling bunuh, dan dengan gagah sama-sama bertakbir  الله أكبر ketika membunuh. Yang paling membuat saya takut adalah ketika saya kemudian akan menyaksikan ada yang akan tertawa dan betepuk tangan... melihat kita saling membunuh, padahal ucapan pertama yang dilantunkan ketika berangkat Jihad itu adalah بسم الله الرحمن الرحيم
Ya, Allah.. jika tiba saatnya perang besar ini datang... tentu yang berangkat berperang adalah orang-orang yang paling shalih diantara kami. Dan jika mereka kemudian Syahid... tinggallah kami yang tak berpengetahuan ini?"

Darmawan Soegandar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar